Korban Pelet
- Home
- Cerita Dewasa
- Korban Pelet
Aku berjalan gontai menuju rumahku sambil bersiul-siul kecil. Di pelupukku terbayang hal-hal yang indah-indah. Mulai saat ini aku akan dapat menaklukan wanita secantik apapun di dunia ini, karena aku sudah mendapatkan ilmu Lebur Jiwa dari Mbah Suro. Jangankan Rani yang telah menolak cintaku, Dian Sastro pun pasti berlutut di depanku. Tapi yang terpenting aku harus membuktikan kesaktian ilmu Lebur Jiwa malam ini juga.
Aku melangkah masuk ke pekarangan rumah. Sepi tak ada hawa manusia. Kemana semua orang hingga pintu depan harus dikunci? Aku segera membuka pintu dengan kunci serep yang kubawa. Didalam rumaHPun sepi senyap. Aku segera menuju ruang makan. Secarik kertas menempel di meja makan. “Don, kami pergi duluan ke rumah Oom Dhar di Semarang. Kalau sudah sampai rumah, segera menyusul. Ayah.”
Bosan! Apa enaknya sendirian di rumah. Mana nggak ada makanan di kulkas lagi. Dengan malas aku pergi ke warung Mak Sani di ujung jalan. Tapi setibanya aku sampai di warung Mak Sani. Wow, suit.. suit.. ada cewek cantik bener! Wajahnya oval agak indo, bibirnya sexy, bola matanya kecoklat-coklatan, dan bodynya.. wow montok banget! Gemuk dikit, tapi pas sama tingginya yang kira-kira 170-an, pakai rok mini dan baju ketat lagi. Cuman kurang ramah, waktu aku godain doski malah cemberut. Kebetulan nih! Bisa buat bahan percobaan! Kalau yang indo saja mempan, apalagi yang jawa tulen, iya nggak?
Cewek itu keluar dari warung. Aku mengejarnya, dengan segera melafal mantra yang sudah aku hafal sebelumnya.
“Geni abang nafsu abang, manjingo ing jabang bayine Dony Bara. Geni abang napsu abang, manjingo ing jabang bayine wanito ing netro. Geni abang napsu abang, lebur dadi siji ing lebur jiwo. Leburen jiwane manungal ing jabang bayine Dony Bara. Lebur.. lebur.. lebur..”
“Nona!”
Aku panggil gadis itu sambil menarik tangannya sehingga dia berbalik menghadap padaku dan wuss.. Hembusan nafasku menyembur menerpa wajahnya sekali. Dan aku tinggal menanti reaksinya saja, menamparku ataukah..
“Iya, ada apa Don?”
Berhasil! gadis itu menjawabku dengan senyum ramah, bahkan manja. Berarti mantraku berhasil! Tanpa basa-basi lagi, langsung saja gadis indo itu aku ajak ke rumahku.
Kami duduk-duduk di ruang tamu. Dan tak lupa semua pintu dan jendela aku kunci dari dalam, telponpun aku blokir agar tak ada yang mengganggu acaraku sore ini. Gadis itu nampaknya merasa nyaman bersamaku.
“Nama kamu siapa?” tanyaku membuka percakapan.
“Aku Gina.” jawabnya manis.
“Kamu kok bisa tahu namaku, apa kita pernah berkenalan?”
“Nggak. Tapi aku merasa kita sudah lama banget kenal. Sekarang ini aku merasa seperti merayakan reuni denganmu.”
“Oh, begitu. Kalau begitu mesti dirayakan dong.”
“Iya. Harus dirayakan.”
“Kau mau minum?” tawarku disambut dengan anggukan. “Panas atau dingin?”
“Apapun yang kau mau.” jawab Gina ringan.
“Apapun yang aku mau?” ulangku. Gina mengangguk dengan senyum lebar.
“Kalau selain minuman?” tanyaku mengejar.
“Apapun yang kau mau aku bersedia, Don.” jawab Gina mendekat ke arahku.
“Apapun?” tanyaku sekali lagi.
“Apapun.”
Gina tersenyum menggoda. Tangannya menjamah tanganku lalu menuntunnya ke arah pahanya yang sekal. Digesernya tanganku yang gemetaran terus naik hingga menyingkap rok mininya sampai pada pangkal paha. Cd pink bergambar kupu-kupu bersembunyi di balik rok yang sudah tersingkap itu. Tiba-tiba saja aku merasakan penisku menegang. Mata Gina sayu sedikit terkatup, meresapi setiap sentuhan jemariku di kulit pahanya. Cewek itu kemudian mendekatkan bibirnya padaku dan cup.. bibir kami saling mengecup. Sekali lagi bibir kami menyatu dan ehemm.. Gina melumat bibirku penuh perasaan. Batang penisku semakin mengacung sedang nafas kami mulai naik turun tak beraturan.
Gina memapah tanganku melingkar di pungungnya lalu menuntunnya untuk melucuti rok mininya. Rok mini warna hitam itu bablas hingga ke lantai dan aku bisa dengan leluasa menikmati paha Gina yang indah. Aku ciumi paha Gina yang mulus bagus itu bolak balik sampai pangkal paha.
“Uuuff.. Don.. aku minta yang panas saja..,” desis Gina sambil melepas kaos ketat dan BHnya sekaligus kemudian melepas kaos yang kupakai. Aku berdiri melepaskan jeansku. Gina menyusulku dan segera menjejalkan lidahnya ke dalam mulutku. Kami saling memeluk hingga buah dada Gina menempel di dadaku. Keempukan buah dada Gina membuat aku geli hingga membuatku merinding. Lalu bibir Gina menurun menjelajahi leher dan dadaku yang berbulu sedikit lebat.
“Kamu jantan banget Don,” kata Gina sambil membelai bulu-bulu dadaku.
Kemudian Gina mencumbui dadaku.. perutku.. ach.. sampai pusarku dan menjilatinya beberapa saat. Aaach.. aku benar-benar terangsang oleh kecantikan dan kemahiran Gina yang memanjakanku. Gina terus menjelajah seluruh tubuh depanku. Bahkan ketika sampai di daerah kekuasaan penisku Gina mencumbuinya dengan penuh daya rangsang. Diciuminya batang penisku yang masih terpenjara dalam sangkarnya dan dengan senang hati Gina meloloskan CDnya hingga nampak benar kalau penisku itu betul-betul bangun mengacung-acung.
“Kau benar-benar hebat Don, pistolmu besar banget. Aku yakin kalau menembak pasti rasanya hi..hi..” kata Gina sambil tertawa.
“Kamu tahu dari mana kalau rasanya pasti..” tanyaku memancingnya.
“Coba deh, aku rasain..”
Uuachh.. edan! Gina menjilati ujung penisku. Cewek indo itu mengulum penisku hingga setengahnya masuk ke dalam rongga mulutnya. Dan jemarinya sibuk mempermainkan buah pelirku. Eehh.. rasanya benar-benar nikmat. Aku nggak tahu kalau cewek ini bisa membuatku merasa sedasyat ini.
“It’s nice taste, Don. Hebat banget..” katanya sambil terus saja menyepong penisku.
Tak tahan aku jika harus diam saja. Segera aku loloskan CD pink dari bokong Gina yang menungging. Nampak kedua bokongnya yang semok menantang. Kuremas-remas bokongnya membuat Gina mendesah perlahan diantara sodokan penisku di mulutnya. Dan segera saja aku gerayangi memeknya, menyenangkan bisa bermain bebas diantara goa yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Mungkin Gina merasa tak tahan lagi menahan rasa nikmat yang diterimanya dengan posisi itu hingga akhirnya Gina melepaskan penisku dari mulutnya dan tergeletak di lantai.
Tubuh kita udah sama-sama bugil dan rasa malu kita udah ilang entah kemana. Gina memandangiku yang berdiri didepannya dengan tatapan mata sayu dan senyum yang menggoda. Akupun terpana pada tubuh bugil yang tiada cacatnya terhampar di depanku. Ohh.. dua bukit yang membusung padat dan montok, kulit tubuh yang putih mulus, serta bukit belah yang ditumbuhi oleh rumput-rumput liar yang halus. Wuihh..
“Don, kok diam saja. Ayo lakukan yang kamu mau.. aku pasrah padamu..”
“Aku datang sayang..”
Aku serang bukit belah itu dengan garang. Menjilat semua yang tersentuh oleh lidahku dan menghisap semua yang tergenang disitu. Gina berkelojotan sambil mendesis-desis. Tak ada ampun bagimu, Gina! Semuanya akan jadi milikku. Klitoris Ginapun yang seukuran biji kacang tak luput dari lidahku. Aku piting daging mungil itu dengan kedua bibirku lalu aku sentil-sentil dengan lidahku.
“Oooh.. Doon.. Ach.. eenaak..” erang Gina memacu gairahku. Kedua kakinya menggapit kepalaku seakan ingin menawanku selamanya.
Tangan Gina menarik tanganku sampai di kedua gundukan dadanya yang gempal dan montok. Refleks aku remas kedua buah gunung kembar itu hingga membuat Gina bergelinjangan nikmat.
“Uuohh.. Donny.. teruus sayaang.. aku sukaa..”
Setelah puas aku lumat vagina mayoranya segera kualihkan perhatianku kepada kedua gunung kembarnya. Buah dada Gina telah membengkak seukuran kelapa, besar dan tegang. Begitupun kedua putingnya yang sudah mengeras berwarna merah marun. Gina yang menyadari kalau aku memandangi kedua gunung kembarnya yang indah segera mempermainkan kedua adiknya itu. Gina meremas-remasnya sendiri sambil memutar telapak tangannya bolak-balik. Begitu bulat kedua buah dada itu dan begitu mengkilap oleh keringat Gina.
“Kemarilah Doon..” ujarnya.
Gina sambil menarik tanganku hingga aku harus berdiri di atas tubuhnya. Kemudian Gina menggapai batang penisku hingga aku mesti berjongkok di atas buah dadanya. Aku tak tahu apa yang akan Gina lakukan, yang penting aku merasakan nikmat ketika batang penisku menegang di belahan buah dadanya. Begitu nikmatnya ketika kedua gunung kembar itu menjepit batang penisku. Kubantu jemari Gina yang meremas buah dadanya hingga tampak menjadi satu menjepit batang penisku. Aku tarik batang penisku perlahan-lahan dan lalu aku dorong kembali. Sampai kemudian bibir Gina menangkap kepala penisku dan kembali menjilatinya dengan garang. Ouuhh.. aku bagai terkencing-kencing dibuatnya. Maka sebagai pelampiasan tangan kananku kembali mengutak-atik goa kenikmatan Gina yang kembali membanjir.
“Doon.. kamu nakal sekalii..” desah Gina.
“Tapi kamu suka kan Gina sayaang..” balasku
“He eh.. Uuff..ach..”
Gina semakin memekarkan selakangannya hingga jemari kananku makin bebas merogoh semua yang tersembul di pangkal selakangan itu. Gina semakin mendesis dan menambah kecepatan menjilati kepala penisku. Dan akupun semakin mempercepat gerakan menggoyang kedua buah dada sebesar kelapa itu. Penisku menegang hebat, seperti ada yang mendorong dari dalam baang penisku dan rasanya.. aahh.. crot croot.. Spermaku muncrat ketika ujung penisku itu masih diganyang Gina. Kapasitas yang cukup banyak menetes disela-sela bibir Gina.
“Telan sayang, telan..”
Kata-kataku bagai perintah. Mau tidak mau, Gina menelan seluruh sperma yang berada di rongga mulutnya. Entahlah rasa apa yang dia kecap, tapi yang pasti nikmat. Sebab kemudian Gina menjilati sperma di luar mulutnya dan kemudian memburu sisa-sisa sperma di kepala penisku hingga tandas.
“Ehmm ach.. Doon, keluar lagi dong..” kata Gina sambil memijit-mijit penisku dengan jemarinya. Pijitan itu membuat darahku bagai berhenti. Dan aku sudah tak tahan lagi.
“Sebentar sayang, aku masuk dulu yach..”
“Heeh.”
Gina melebarkan selakangnya hingga bukit belahnya benar-benar mekar terbelah. Dinding-dindingnya berwarna merah berhias klitoris mugil yang mengemaskan. Aku segera mengacungkan batang penisku yang sudah mau meledak. Aku tuntun adikku itu memasuki lubang kawin Gina yang bersimbah lendir-lendir surgawi. Licin permukaannya hingga tak mudah memasukkan kepala adikku itu. Aku coba sekali lagi dan ah.. masuk! Sedikit demi sedikit aku masukkan penisku memasuki lorong yang sangat sempit itu.
“Auhh Doon.. cepetan dong.. sakit..” rintihnya.
“Sabar say..”
Memangnya hanya Gina saja yang sakit, aku juga sakit merasakan batang penisku bagai remuk digencet dinding-dinding lubang kawin Gina yang bukan main sempitnya.
“Aaach..Uuugh..Doon..”
Krak! Kepala penisku sudah menembus ke dalam selaput daranya. Hah! Lega. Lubang kawin Gina menelan seluruh batang penisku. Aku diamkan sebentar sebelum kemudian aku tarik dan dorong keluar masuk agar lorong itu makin lebar. Lendir kawin Gina membasahi liang kawinnya hingga goyangan batang peniskuku semakin lincah.
“Hooh.. uh..ach..” desah kami saling berlomba menikmati setiap getaran yang tercipta.
Gerakan penisku semakin lincah mengocok lubang kenikmatan Gina hingga menimbulkan bunyi kecipak-kecipak tanda bahwa Gina berada di puncak kenikmatannya. Pingul Gina bergoyang-goyang naik turun mengiringi gerakanku.
“Doon.. aku nggak tahan lagi.. aku mau keluar..” erang Gina.
“Tahan sebentar Gin, aku datang..”
“Aaach..!” erang kami bersamaan.
Fantastik sekali. Kejang diseluruh tubuhku diakhiri oleh keluarnya sperma yang memenuhi lubang kawin Gina. Ujung penisku menghangat seakan menyentuh cairan lain. Kutarik penisku dari lubang kawin Gina. Nampak darah membercak di kepala penisku yang masih menegang. Gina mendesis-desis menikmati segala kenikmatan yang barusan kami lalui.
Tapi aku masih belum puas malam ini. Aku harus kembali membangkitkan gelora asmara Gina. Segera saja aku remas buah dadanya. Aku permainkan kedua putingnya yang kembali menegang lalu aku jilat perlahan.
“Ach..” desis Gina merespon.
Melihat respon Gina, aku jilati bahkan kukulum kedua puting Gina secara bergantian. Gina berkelojotan meresapi semua keindahan yang kembali aku ciptakan. Habislah kedua payudara Gina itu aku kulum, aku hisap bahkan aku gigit-gigit dengan gemas. Gina tak marah, hanya merintih-rintih kesakitan. Tapi justru rintihan itu semakin membakar birahiku.
Aku puaskan diriku sediri dengan mempermainkan setiap lekuk tubuh Gina karena Gina nampaknya sudah tak memiliki tenaga cadangan selain mendesis dan mendesah. Dan ketika aku sudah puas segera aku minta Gina menindihku. Gina menusukkan ujung penisku tepat dilobang kawinnya. Dan kemudian kami saling mengocok. Seperti layaknya bibir kawin Gina yang melumat penisku, bibir kamipun saling melumat, sedangkan buah dada Gina yang menggantung bebas sekali-kali menyentuh kulit dadaku hingga menimbulkan rasa nikmat tersendiri. Gina menjadikan rambutku sebagai pegangan, tapi aku menjadikan bokong Gina sebagai pegangan. menguntungkan sekali bukan? Karena aku bisa dengan bebas membelai bokong mulus itu. Namun sekali lagi tiba-tiba tubuhku mengejan.
“Gin, aku mau keluar sayang..”
“Tunggu Doon.. tarik dulu penismu.”
Gina melepaskan ciumannya dan mengarahkan batang penisku ke mulutnya. Dan croot.. crot crot! Seluruh spermaku membanjir di mulut Gina. Dan tanpa jijik ditenggaknya seluruhnya sampai tandas kemudian menjilati ujung penisku hingga bersih.
Tapi sentuhan lidahnya yang penuh birahi membuatku ingin sekali lagi menusuknya. Maka segera saja aku minta Gina menungging. Dan sekali lagi aku tusukkan batang penisku dari belakang. Amblas seluruhnya menyisakan kenikmatan yang kembali terulang. Gina yang berulang-ulang mencapai puncak birahinya seakan ingin terus dan terus mengulanginya. Diremas-remasnya buah dadanya sehingga keindahan itu terasa lengkap. Dan kamipun mengakhirinya dengan kelelahan yang terhapus oleh sisa-sisa keindahan.
Aku antar Gina sampai pagar depan. Cewek indo yang baru saja aku perawani itu tersenyum mesra dan kemudian menghilang di balik rumah Pak Yulius. Aku rebahkan tubuhku di atas sofa ruang tamu. Kembali aku ingat pergumulanku selama tiga jam bersama Gina.
“Gina aku sudah tak membutuhkanmu.” gumamku.
Geni abang napsu abang, ngilango soko jabang bayine Dony Bara. Geni abang napsu abang, nyingkriho soko jabang bayine Gina. Geni abang napsu abang, ngilang soko lebur jiwo. Ngilango lebur jiwo soko jabang bayine Dony Bara. Ngilang musno..